dok.net |
Judul
Buku : Ayat-Ayat yang Disembelih
Penulis : Anab Afifi dan Thowaf Zuharon
Tebal Buku :
259
Penerbit : CORDOBA Books
Sejarah
Partai Komunis Indonesia (PKI) penuh darah kekejaman dimana-mana. Semua
tindakan PKI hanya untuk satu tujuan, yakni mengganti NKRI menjadi Negara
komunis. Negara anti Tuhan dan anti insan ber Tuhan yang berlambang palu arit. Mereka
menyiksa, membakar, menyembelih serta mengubur hidup-hidup para para kyai dan
santri, menghasut para petani untuk berontak serta merampas harta-harta semua
golongan yang tidak sepaham komunis.
Kekejian
pertama PKI yaitu pada penghujung tahun 1945, tepatnya Oktober. Di kota ini,
ada seorang tokoh pemuda Partai Komunis Indonesia di Slawi, Tegal, Jawa Tengah,
berjuluk Kutil, nama aslinya Sakyani, Kutil ini sangat ditakuti karena pernah
memimpin pemberontakan yang gagal di Tegal dan sekitarnya, pada tahun 1926,
kemudian dibuang ke Digul. Namun, Kutil bisa lari dari Digul setelah membunuh
sipir Belanda dan mencuri kapal. Kutil juga melakukan penyembelihan
besar-besaran di Brebes dan Pekalongan.
Di
Sumatra Utara PKI juga menumpas habis seluruh keluarga termasuk anak kecil
Istana Sultan Langkat Darul Aman di Tanjung Pura, pada Maret 1946, serta
merampas harta benda milik kerajaan. Di belahan lain Sumatra, yaitu Pematang
Siantar, PKI menunjukkan kebrutalannya. Pada tanggak 14 Mei 1965, PKI melakukan
aksi sepihak menguasai secara tidak sah tanah-tanah Negara.
Kisah
Kyai Imam Mursyid Takeran yang begitu miris, ia disembelih di belakang pabrik
gula dan baru ditemukan rangka tubuhnya setelah 16 tahun. Bahkan, para PKI
mengadakan pesta daging bakar ulama dan santri di lumbung padi.
Siapa
pun akan marah ketika mendengar kisah di Kanigoro. Saat itu Pemuda Rakyat (PR)
PKI dan Barisan Tani Indonesia (BTI) sungguh-sungguh tidak beradab. Training
Pelajar Islam Indonesia di kecamatan Kras, Kediri, tanggal 13 Januari 1965,
diserang oleh PR dan BTI. Massa Komunis ini menyiksa dan melakukan pelecehan
seksual terhadap para pelajar islam perempuan. Tidak hanya sampai disitu, massa
PKI pun menginjak-nginjak Al-Qur’an. Itu membuktikan bahwa PKI memang tidak
mengenal Tuhan.
Aksi-aksi
keji PKI begitu nyata, bukan hanya sekedar omong kosong. Atas berbagai
kekejaman itu, sudah selayaknya PKI dilarang selamanya.
Buku
yang mengangkat sebuah fakta sejarah kekejaman PKI dalam rentang waktu sangat
panjang 1926-1968, buku yang disajikan dengan gaya bercerita (story telling) sehingga tidak
membosankan menjadi suatu keunggulan dari buku ini.
Keunggulan
lainnya terletak pada penggambaran situasi detail secara naratif pada masa
kejadian yang tidak hanya bersumber dari referensi teks. Tetapi juga disertai
wawancara penulis dengan 30 saksi-saksi hidup yang terdiri dari korban, kerabat
dan keluarga korban keganasan PKI di Jakarta, Solo, Ngawi, Madiun, Magetan,
Ponorogo, Kediri, Blitar dan Surabaya.
Disamping
itu buku ini juga memiliki kelemahan, yakni sistematika penulisan yang
membingungkan, ada beberapa peristiwa yang kasusnya sama tetapi tidak
dikelompokkan, Jika dikelompokkan per kasus maka akan lebih dimengerti.
Buku
ini sangat penting untuk dibaca siapa pun sebagai bekal pengetahuan dan untuk
menyadarkan kembali kepada kita bahwa betapa bahayanya komunis bagi masa depan
NKRI dan generasi yang akan datang.
0 comments:
Post a Comment