Kampusku Penuh Guyonan

Ilustrasi: Mila Nur Azizah/Jurnalposmedia
Oleh: Adi Maulana Ibrahim

Akhir-akhir ini saya dibuat jengkel oleh tingkah laku kampus tercinta, pasalnya hal-hal sepele selalu dibuat rumit, sedangkan masalah yang berkaitan dengan kurikulum dan kualitas pembelajaran dibiarkan hingga bercabang. Saya ingin menyapa kampus dengan lirih. Kampus merupakan tempat bagi para mahasiswa berkembang, diskusi dimana-mana, diruang kelas, halaman kampus hingga kantin merupakan tempat mengadu gagasan. Suasana yang penuh khazanah intelektual tersebut menjadi fenomena yang tak lepas dari unsur yang hidup dan beraktifitas didalamnya. Mahasiswa, dosen, birokrasi kampus dan orang-orang yang menggantungkan hidupnya disana.

Tapi waktu kami untuk berkembang terbatas, ketika kampus ditutup rapat-rapat, student center dipadamkan secara paksa, kami dibubarkan ketika asik ngopi sambil berbincang di taman kampus meskipun rupanya tak menyerupai taman. Alih-alihnya petinggi tak mau melihat keramaian di taman ketika ia pulang, sudah pak diam saja dirumah.

Jam malam pun berlaku, kritikan, cacian hingga aksi turun ke jalan telah mahasiswa lakukan demi menghapuskan kebijakan yang tak relevan. Sejujurnya ini sangat mempersempit ruang gerak kami dalam mengembangkan potensi, Biarlah lahan parkir kami saja yang sempit. Memang dalam mengembangkan potensi bisa dimana saja, didalam toilet sekali pun. Jadi apa maksud adanya kebijakan jam malam? Apa agar mahasiswa tidur tidak lebih dari jam 9 malam? Dan tidak lupa gosok gigi cuci kaki.

Tingkah lakunya tak berhenti sampai disana, ada hal sepele lainnya yang membuat saya geleng-geleng kepala, lagi, seluruh mahasiswa yang berambut gondrong harus dipotong atau nilai kami potong. Memang rambut kami gondrong, kaos oblong, celana bolong tapi harus kalian ketahui otak kami tak kosong.

Para dosen dengan semangat menjustifikasi para mahasiswa yang berpenampilan diluar seleranya. Padahal jelas, semua penghuninya mayoritas mahasiswa bukan anak berseragam merah putih atau biru putih, yang harus disamaratakan dari cara berfikir hingga berpenampilan.

“Guru yang tidak mau dikritik masuk ke keranjang sampah. Guru bukan dewa yang selalu benar dan murid bukan kerbau.” Itu kata Soe Hok Gie. Guru tetaplah guru begitu juga dosen, adalah pengajar yang maha kadang-kadang, kadang benar, kadang salah. Masalah akan muncul ketika dosen salah yang tak mau mengalah, memang ini bukan persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah, namanya juga proses belajar.

Ironisnya ketika mahasiswa belajar berkembang dalam mengkritisi suatu masalah malah menjadi sasaran deretan berbagai sanksi, mulai dari nilai dikurangi, absen dilangkahi hingga harus mengulang di semester berikutnya. Tak hanya peraturan kampus yang membuat jengkel, tingkah laku para dosen pun kadang-kadang memancing emosi, beberapa dosen kerap berlaku seenaknya dari mulai memindahkan jadwal kuliah, tidak hadir tanpa alasan yang jelas, sedangkan mahasiswa telat beberapa menit langsung tutup pintu dari luar, juga terpaan tugas yang tak masuk akal dengan deadline satu hari.

Nilai akhir kami tidak hanya tergantung dari tugas-tugas yang dikerjakan tapi juga dari apa yang kita beli, maksudnya sering kali para dosen menjadi sales promotion boy, menawarkan berbagai macam buku yang berpengaruh terhadap nilai akhir, dengan iming-iming membeli lalu ada potongan harga.
  
Tingkah lakunya semakin menjadi ketika memasuki waktu Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), pasalnya beberapa dosen menilai hasil ujian hanya dari kuantitas bukan kualitas, dan kerap ada dosen yang jawaban ujiannya harus tekstual sesuai bahkan sama persis dengan materi yang disampaikan pada perkuliahan hingga titik komanya pun harus sama persis.
      
Maaf pak, bu, bukan saya benci seharusnya dosen menjadi panutan dan motivator bagi para mahasiswanya. Maaf bukannya kami ingin membangkang tapi sikap kalian yang membuat kami jengkel, buat kami geram dan emosi. Para petinggi bukan niat saya ingin menjatuhkan, tapi mari buatlah peraturan yang selaras dengan tujuan yang telah ada, buatlah peraturan yang logis, dan selesaikan apa yang harus diselesaikan.


Penulis adalah mahasiswa semester 7 berambut gondrong yang suka nongkrong di gazebo kantin UIN Bandung *
Share on Google Plus

About medialektikajurnal

Jurnalposmedia adalah media kampus UIN Bandung yang dikelola oleh Mahasiswa Jurnalistik.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment