Sumber : Google |
JURNALPOS - Pendidikan
moral seperti apa yang harus ditegakkan di Indonesia? Agar etika masyarakat
yang pragmatis tetap bermoral sesuai norma-norma.
Banyak
kasus-kasus yang menunjukkan bahwa sudah bobroknya moral bangsa. Jangankan
harus menaruh perhatian lebih tentang LGBT yang menghebohkan negeri ini, banyak
orang-orang dari berbagai lapisan memberikan komentar.
Pro-kontra
bergelimpangan dan terbit di media massa setiap orang ingin mengeluarkan
pendapatnya. Mengatakan ini yang benar dan itu yang benar semua menjadi ambigu
seketika.
Belum lagi
dengan gambar anak lelaki dan perempuan masih dibawah umur yang menyebarkan
fotonya sedang tidak berpakaian serta berselimutan di dalam kamar ke social
media.
Pertanyaan di
dalam benak kita, apa yang sebenarnya terjadi dalam negeri ini? Apakah peranan
aturan sudah tidak mengikat lagi dalam berkehidupan bermasyarakat?
Ataukah memang
budaya-adat istiadat yang mengikat perlahan menghilang seiring berjalannya waktu
atau memang negeri kita sudah pro-liberalisasi dalam segala aspek.
Menyinggung kata
liberal pasti otak kita berkiblat ke barat, benar sekali. Dimana,
Negara-negaranya menganut sistem liberal.
Mengapa saya
mengaitkannya dengan kata liberal ? karena masalah-masalah yang ada sekarang
lebih kuat mengikuti budaya barat.
Kita ambil
contoh saja pergaulan anak-anak jaman sekarang yang sangat bebas. Seperti,
kasus foto anak-anak masih dibawah umur diduga mereka melakukan berhubungan
badan.
Bagaimana bisa
ini terjadi, anak kecil yang seharusnya bertingkah seperti anak kecil
selayaknya. Tapi, diluar kendali dan kenyataan pemikiran jernih kita bahwa
beginilah keadaannya sekarang.
Mereka melakukan
hal tersebut pasti terdapat alasan. Banyak faktor menjadikan sikap mereka
menyeleweng dari segala aturan.
Peran Lingkungan Mendominasi Sikap Anak
Era modern ini,
keluarga bukan lagi hal yang paling utama untuk membentuk sikap anak. Bisa
saja, anak yang lahir dari keluarga harmonis cukup akan segala didikan orangtua
kepada anaknya dapat menjadikan anak tersebut bersikap tak terkendali.
Setelah, anak
sudah mulai mengenyam pendidikan sang anak dipersilahkan untuk memilih
pergaulan sendiri.
Dimasa inilah
lingkungan berperan penting dalam pendidikan non formalnya. Bagaimana ia
memilih teman di sekolah, tempat bermain sekalipun, bahkan hubungan mereka
terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
Semua itu berdampak terhadap sikap atau
perilaku yang dominan.
Dalam Psikologi
Umum menyebutkan aliran empirisme atau
aliran lingkungan yang mengemukakan anak yang baru lahir laksana kertas yang
putih bersih atau semacam tabula rasa,
yaitu meja yang bertutup lapisan lilin putih.
Teori tabula
rasa ini diperkenakan oleh John Locke untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh
pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak.
Ketika
dilahirkan, seorang anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
ransangan yang berasal dari lingkungan.
Terbukti, bahwa
lingkungan sangat berpengaruh dalam perkembangan anak-anak. Anak yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik memiliki Inteligensi yang baik,
bersekolah disuatu sekolah yang keadaan guru-gurunya baik pula.
Serta alat-alat
pelajarannya baik, belum tentu pula menjamin anak belajar dengan baik.
Lingkungan sudah
seperti ibu kandung bagi anak-anak, dimana perilaku yang terus berkembang
mengikuti perkembangan lingkungan tersebut.
Apabila
lingkungan yang memiliki perilaku masyarakat baik, akan membuat anak-anak dalam
lingkungan tersebut akan baik juga.
Dan sebaliknya
apabila lingkungan sosial yang buruk juga akan berdampak buruk bagi anak-anak
lingkungan tersebut. Niscaya, perilaku buruk akan cepat tertular dan diikuti
dan perilaku baik sangat membutuhkan proses yang lama untuk diterapkan.
Lingkungan
menjadi wadah tersendiri, bagi anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian
lebih dalam keluarganya.
Terkadang,
anak-anak lebih memilih curhat kepada teman sebayanya dibandingkan kepada ibu
atau ayahnya. Mengapa, seperti itu? Ini semua disebabkan oleh ketidaknyamanan
mereka untuk mengapresiasikan pemikiran mereka terhadap keluarga sendiri.
Bisa jadi,
mereka diabaikan dalam keluarganya, orangtua yang terlalu sibuk, kekerasan
dalam rumah tangga, bahkan orangtua yang masabodoh dengan apa yang dilakukan
mereka.
Berbeda dengan
di area bermain mereka yaitu lingkungan luar seperti sekolah ataupun kelompok
bermainnya lebih care atau peduli
terhadap mereka.
Terkadang,
teman-temannya lebih baik menjadi pendengar setia dibanding keluaraga. Tak
jarang teman-teman lebih mengerti sikap atau karakter yang dimiliki oleh
seorang orangtua kandung mereka.
Sangat miris
melihat kenyataan ini, bahwa keluarga bukan lagi tempat pelarian ketika seorang
anak mendapatkan masalah atau pembentukan dini karakter yang bermoral bagi
seorang anak.
Lingkungan adalah tempat yang paling baik
tempat mereka berkreasi. Bahkan, pengawasan yang ketat sekalipun tidak
mengindahkan mereka untuk berbuat sesuatu.
Pemikiran
seorang anak terkadang sulit ditebak, mereka menginginkan sesuatu yang bebas.
Tetapi, yang bebas itu sering bertentangan dengan pendapat orangtua.
Disinilah
orangtua harus bisa mengerti sifat-sifat anak. Mengerti bukan berarti harus
protektif dan selalu mengikuti kehendak anak karena, apabila berat sebelah dari
cara tersebut juga tidak baik.
Bisa menjadikan anak-anak memberontak jika
orangtua yang terlalu protektif. Sedangkan,
orangtua yang terlalu mengikuti apa yang diinginkan bisa membuat anaknya
manja.
Orangtua harus dapat seimbang
dalam mendidik, awasi mereka secara baik, kenali sifat mereka, ikutlah dalam
kehidupannya tetapi tidak mencampuri urusannya,
berikan motivasi
dengan akidah-akidah agama, bertemanlah dengan teman-temannya bukan berarti
berteman secara pertemanan mereka tetapi kita bisa bergabung secara tidak
langsung seperti memiliki nomor telefon dari teman-temannya, sehingga orangtua dapat
melakukan pengawasan secara tidak langsung.
Walaupun, mereka
lebih aktif di dunia luar dan lingkungan keasikan mereka tetap saja ,orangtua
menjadi tempat yang utama membuat perlindungan sebelum mereka terjerumus ketempat
yang buruk. Karena, pencegahan awal adalah yang baik sebagai antisipasi segera!
Reporter : Riska
Y. Imilda
Redaktur: Zaira
Farah Diba
0 comments:
Post a Comment